Aku pun segera menyalakan kompor gas mini. Menuangkan air secukupnya ke dalam nesting dan menunggunya hingga mendidih. Menyeduh minuman hangat sepertinya akan bisa sedikit menghangatkan tubuhku. Sekitar lima menit kemudian, air sudah mendidih. Satu sachet susu sereal instan aku tuangkan ke dalam gelas. Aku minum seteguk demi seteguk, meresapi nikmatnya segelas minuman hangat pertamaku di hari kedua perjalanan ini.
Matahari saat itu belum muncul juga di balik bukit. Aku memutuskan mengambil beberapa botol air dari danau. Air tersebut aku gunakan untuk mencuci piring dan nesting yang digunakan untuk memasak nasi semalam. Para pendaki memang tidak diperbolehkan mencuci peralatan masak langsung di pinggir danau. Sangat disarankan minimal berjarak sekitar 10 meter dari bibir danau, agar air danau tidak tercemar.
Saat mengambil air, ikan-ikan kecil khas Ranukumbolo berenang tanpa rasa takut. Aku masukkan saja tanganku ke dalam air, sesekali aku biarkan jari jemari tanganku digigit. Atau lebih tepatnya dikecup karena sebenarnya mereka tidaklah menggigit seperti piranha. Kecupan hangat dari ikan-ikan kecil ini seakan-akan sebagai ucapan "Selamat Datang di Ranukumbolo" bagiku .
Sayangnya aku menemukan beberapa sampah plastik, kemasan makanan dan kemasan pasta gigi dibeberapa titik. Bukan hanya di pinggir danau melainkan di dalam airnya juga. Tetapi hal tersebut tidak langsung memudarkan keindahan Danau Ranukumbolo.
Ada sampahnya aja masih indah, bagaimana jika tidak ada sampahnya? oleh karena itu, ayo jadilah pendaki (amatir) yang bertanggung jawab!. Sampah dari kemasan logistik yang kita bawa, harus dibawa turun kembali ke pos Ranupane.
Penghuni Danau Ranukumbolo |
Saat mengambil air, ikan-ikan kecil khas Ranukumbolo berenang tanpa rasa takut. Aku masukkan saja tanganku ke dalam air, sesekali aku biarkan jari jemari tanganku digigit. Atau lebih tepatnya dikecup karena sebenarnya mereka tidaklah menggigit seperti piranha. Kecupan hangat dari ikan-ikan kecil ini seakan-akan sebagai ucapan "Selamat Datang di Ranukumbolo" bagiku .
Beberapa pendaki menjadikan momentum matahari terbit sebagai waktunya turun gunung. |
Matahari sudah terlihat di balik bukit. Di depan mata, air danau bagaikan mendidih--mengepulkan uap ke udara lepas. Ah betapa indahnya Danau Ranukumbolo di pagi hari. Namun ada sedikit perasaan yang janggal. Pemandangan yang aku lihat belum sesempurna seperti foto yang pernah aku lihat sebelumnya. Sepertinya ini bukan camping ground favorit para pendaki untuk mendirikan tenda.
Kami pun berjalan-jalan ringan ke arah kanan tenda. Menuju lokasi beberapa pohon pinus yang tumbang. Dari sinilah mulai terlihat camping ground yang satunya lagi. Aku menaksirnya disanalah lokasi camping ground ideal dengan view matahari yang muncul tepat di tengah-tengah bukit. Jarak camping ground satu sama lainnya sekitar 500 meter.
Kami dengan perasaan takjub, terus mengabadikan pesona Danau Ranukumbolo dengan kamera masing-masing. Kemudian bergantian saling foto dengan latar belakang danau dan pohon pinus. Aku hanya mengambil beberapa gambar saja. Aku harus berhemat, agar baterai kamera mini ini masih mampu mengabadikan perjalanan menuju Mahameru.
Yakin, kalian tidak mau kesini??? |
Sayangnya aku menemukan beberapa sampah plastik, kemasan makanan dan kemasan pasta gigi dibeberapa titik. Bukan hanya di pinggir danau melainkan di dalam airnya juga. Tetapi hal tersebut tidak langsung memudarkan keindahan Danau Ranukumbolo.
Ada sampahnya aja masih indah, bagaimana jika tidak ada sampahnya? oleh karena itu, ayo jadilah pendaki (amatir) yang bertanggung jawab!. Sampah dari kemasan logistik yang kita bawa, harus dibawa turun kembali ke pos Ranupane.
Tragedi dimulai. Yang aku khawatirkan benar terjadi. Perutku mulas. Padahal sehari sebelumnya aku sudah berupaya tidak makan nasi terlalu banyak. Syukurlah, di Ranukumbolo sudah terdapat toilet di dua titik lokasi--lebih tepatnya jika aku menyebutnya jamban. Jadi kalian jangan berharap akan menemukan kloset duduk, kloset jongkok, kran air, bak air, ember ataupun gayung. Ini gunung bukan terminal bus. Tiap titik lokasi terdapat enam jamban. Berbentuk kotak, tertutup dari seng dengan ukuran sekitar 1 x 1 x 2.5 meter dengan atap terbuka.
Oh iya, bagian ini boleh kalian abaikan, tetapi aku pastikan sebenarnya ini merupakan salah satu inti dari rangkaian tulisan ini.
Aku kembali ke danau untuk mengambil air. Aku masukkan air ke dalam wadah botol air mineral satu setengah liter. Dengan pedenya, aku berjalan menuju lokasi jamban. Tangan kanan membawa satu botol air, satunya lagi membawa tisu basah.
Sesampai di lokasi, aku langsung mual-mual hebat. Bau pesing dan busukkkkk sangat menusuk hidungku. Sengaja aku tulis busuk dengan huruf "k" sebanyak lima untuk menunjukkan tingkat bau busuk yang aku alami. Aku segera keluar berlari menjauh. Rasa mual yang aku alami tidak mudah untuk diajak berdamai. Mata sampai berkaca-kaca.
Sempat terbersit pikiran, mending "mengeluarkan harta karun" di semak-semak saja. Diantara rerumputan yang cukup tinggi. Tetapi jika ada pendaki lewat bagaimana? Ranukumbolo lagi ramai-ramainya, apalagi jika pendaki perempuan yang lewat? mau disimpan di mana muka ini? sekeren-kerennya kamu dalam kondisi begini tetaplah tidak cool bukan? apalagi jika sampai terekam kamera kemudian di share di sosmed haha.. mau buang hajat di semak-semak yang lebih jauh lagi, khawatir diintip ular atau hewan buas. Ah ide ini lebih menyeramkan bagiku.
Sepertinya tidak ada solusi lain. Semua peluang tidak memungkinkan, apalagi rombongan kami tidak ada yang membawa sekop kecil untuk menggali tanah. Akhirnya terbesit ide, dengan menggunakan baf atau bandana sebagai penutup hidung. Kemudian aku lumuri minyak kayu putih secukupnya.
Aku pun kembali berjalan menuju "kotak privasi"--jamban yang kotor, becek, bau pesing dan kotoran yang bersatu padu. Kembali siap bertarung dengan rasa mual. Cara ini setidaknya mampu menangkis 70% aroma busukkkkk yang menyeruak dari dalam lubang jamban sebelum menyerang indera penciumanku. Trust me, it works!
***
Bersambung
Bersambung
Wow,keren pemandangannya. Pengin bisa kesitu. Wah, susah ya kalo mau bab disana? :D
BalasHapusAyo segera planning bersama teman-teman kesini har :D dijamin berkesan
HapusKomen
BalasHapusterimakasih komennya mbak Aya :)
Hapusbanyak ranjau dan kotoran lain yang terbengkalai :(
BalasHapuskamu bikin tendanya ditempat yang anti mainstream ya ternyata. kirain di camping ground itu :))
tepatnya di camping ground yang gak ada warungnya ri :D
HapusPengalaman dan tulisan yg bagus.... lanjutkan
BalasHapussiap kak toan. Terimakasih untuk atensinya :D
HapusTitik jamban hemm keingetan cafe jamban #mut@h hueekk
BalasHapusjangan dibayangkan niar :D
HapusIndahnya Ranu Kumbolo :') belum sempat ke sana sampai sekarang. Semoga dikasih kesempatan.
BalasHapusayo mbak segera kesana mumpung belum fisik masih kuat dan belum berkeluarga :D
Hapussumpah keren ini, mimpi saya bisa kesana belum tercapai nih :( syedih..
BalasHapussemoga segera terwujud gan :D
HapusBusettt..baru tau ada toilet "khusus" ....bisa buat referensi nanti ...
BalasHapusemang yang paling greget itu buang hajat sewaktu muncak..semoga nanti tertahankan ...
oh ranukumbolo ..tunggu sayaa...
jaga pola makan saja sebelum berangkat dan pastikan sudah setoran sebelum mendaki hehe...
HapusAh, indahnya Ranukumbolo. Pengin nih suatu hari bisa ke sini..
BalasHapusMelihat sunrise di Ranukombolo yang cantik sekali itu, impian sejak dahulu kala..
BalasHapus